Jumat, 12 April 2013

Smile for Me part 1


“Ohayou Gozaimasu, Yuki-hime,” panggil Kyan sambil menepuk bahu Uruha yang sedang menunggu di depan rumahnya dengan riang. Kecantikan dan ke’dingin’an Takashima Uruha yang sudah terkenal, membuatnya mendapat julukan Yuki-hime. Dan, justru karena ekspresi nya yang dingin dan datar, membuatnya terlihat seksi dimata pria.
“Ohayou, Kyan-kun, Akai-chan.” Uruha menatap kedua sahabat kecilnya ini dengan penuh arti. Kyan Yutaka yang cengiran cerianya tidak pernah hilang dari wajahnya, dan Amano Akai yang selalu tersenyum malu-malu menghadapi tingkah sinting Kyan.
Senyuman… ah, Uruha bahkan sudah lupa kapan terakhir kali ia tersenyum. Andai saja…
“Uru-nyan, Daijoubu?” tanya Akai dengan pandangan cemas.
Uruha menggeleng pelan.  “Ah, lebih baik kita pergi sekarang, Gackt-sensei sepertinya masih marah dengan ulahmu kemarin, Kyan-kun,” kata  Uruha mengalihkan pembicaraan sambil bergidik sendiri mengingat kemarahan Gackt –sensei kemarin gara-gara ulah Kyan yang ber’ bungee jumping dari kelas.
“Hey, bukan salahku, Gackt-sensei tidak punya jiwa muda yang mencintai tantangan,” sanggah Kyan sambil menyamakan langkah Uruha.
Uruha memutar bola matanya. Ingin rasanya ia memotong dan membedah kepala Kyan untuk memperbaiki isi otaknya yang sepertinya sudah tidak tertolong lagi itu.
“Dan, bukan salah Gackt-sensei juga kalau dia terlambat menarikmu naik sebelum kau jatuh dan mematahkan semua tulangmu, Kyan,” kata Akai sinis disambut cibiran Kyan.
“Urusee…”
***
“Genji!!!” panggil Uruha dengan riang sambil berlari kecil. Untaian bunga di yang membentuk mahkota yang bertengger diatas rambut coklatnya membuat wajahnya semakin manis.
Bocah berambut hitam yang ia panggil Genji itu terdiam. Pipinya merona merah muda.
“Genji, ini…” kata Uruha sambil tersenyum manis menyerahkan untaian bunga yang sedari tadi ia susun.
“Kau…” kata bocah itu sambil menundukkan kepala. “KALAU TERSENYUM KAU SANGAT JELEK TAU!!!” katanya sambil membuang untaian Bunga dari Uruha sebelum berlari pergi meninggalkannya yang menangis sesunggukan.
***
“Uru-chan! Uru-chan!”
Uruha terbangun dari mimpi buruknya tepat ketika Gackt-sensei masuk berkat Aki yang menggoncangkan bahunya dengan kekuatan penuh.
“Cari mati kau, tidur saat pelajaran Gackt-sensei,” kata Aki, teman sebangkunya mengingatkan.
Uruha mengangguk berterima kasih, lalu memfokuskan pandangannya kedepan. Sekilas, ia mendengar suara Akai yang duduk di belakangnya mengancam Kyan.
“Kalau kau bertingkah lagi, lupakan kencan kita minggu depan!” desis Akai dengan nada mengintimidasi disambut desahan pasrah Kyan.
Kencan? Tunggu, sejak kapan mereka berkencan? Uruha menaikkan sebelah alisnya. Ia tahu, cepat atau lambat mereka pasti akan menjalin hubungan ‘lebih’. Uruha tahu lebih daripada yang lainnya, ia sudah kenal Kyan dan Akai sejak masih TK. Tapi, hey, mereka anggap Uruha siapa? Berkencan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Kalau berani, Uruha pasti akan menengok dan meminta penjelasan. Sayang, satu-satunya yang bisa dilakukan selama pelajaran Gackt-sensei, yang juga wali kelas mereka, hanyalah diam dan memperhatikan pelajaran. Berbahaya.
“Allright, minna, hari ini kita kedatangan anggota baru. Ia pernah tinggal disini sewaktu kecil, jadi mungkin ada diantara kalian yang mengenalnya,” kata Gackt-sensei disambut bisik-bisik penasaran dari sana-sini. “Darvish Kenji, masuklah.”
Seorang pria bertubuh tinggi dan sintal, dengan wajah yang ditutup oleh face painting ala kabuki masuk. Face painting bukan hal yang wajar diaplikasikan sehari-hari apalagi oleh seorang siswa baru. Anehnya, Gackt-sensei sepertinya tidak mempermasalahkan hal ini sama sekali.
“Minna-san, hajimemashite, Darvish Kenji desu. Yoroshiku onegaishimasu!” kata Kenji dengan tenang, dan setelah dipersilahkan, duduk dibangku yang ditunjuk Gackt-sensei, di ujung depan.
“Well, dia bisa jadi teman ‘bermain’  yang bagus untuk Yutaka-kun,” bisik Aki memberi penilaian setelah reda dari rasa kagetnya.
“Bisa jadi…”gumam Uruha setuju. Ber-face painting di hari pertama sekolah, bisa jadi otaknya sama rusaknya dengan Kyan yang pernah melakukan hal yang sama dan berakhir dengan hukuman bertubi-tubi.
“Kenapa Gackt-sensei sepertinya biasa saja ya?” tanya Aki dengan suara serendah yang ia bisa.
Pertanyaan yang bagus, batin Uruha. Awal semester lalu, Kyan menggambari mukanya ala Gachapin dan ia langsung dimasukkan ke ruang hukuman selama seharian penuh. Uruha ingat, bagaimana ia dan Akai menunggu Kyan keluar sampai sore. Bila bukan karena ancaman gagal kencan dari Akai, Uruha yakin, Kyan pasti akan melontarkan protesnya.
Darvish Kenji… Uruha memandang punggung lebar Kenji dengan pandangan menimbang. Ia belum bisa memutuskan, apakah anak ini menarik untuk diajak berteman atau tidak, mengingat ia sangat pemilih soal teman.
Uruha menghela nafas sambil membuka buku catatannya, bila dugaan Aki benar, mungkin tidak, satu orang seperti Kyan saja sudah lebih dari cukup.
***
“Bangun, pemalas!” teriak Reno sambil mengibaskan selimut yang menutupi seluruh tubuh adiknya satu-satunya itu. “Tidur terlalu lama akan membuat lemakmu bertambah banyak!”
“Uruseee!!!” pekik Akai sebal sambil mencoba menarik kembali selimutnya. “Urus lemak di pahamu sendiri!”
“Apa kau bilang?!” teriak Reno sambil menyalakan penyedot debu tepat diatas rambut Akai yang langsung memekik kesakitan.
“Niii-chaaan!!! Reno-nii mengganggukuu!!!” teriak Akai mengadu pada Tora, kakaknya yang tertua sekaligus kepala rumah tangga.
“Bukan salahku! Dia susah bangun!” bantah Reno tidak mau disalahkan.
Tora yang tengah sibuk berkutat dengan masakan eksperimennya di dapur hanya menggelengkan kepala. Ritual hari Minggu, begitu ia menyebut keributan yang selalu terjadi setiap pagi di hari libur.
“Ano, Tora-san, bolehkah aku saja yang membangunkan?” tanya Kyan yang sedari tadi sudah menunggu.
“Kyan-kun, sampai kapanpun jawabannya akan tetap sama. NEVER!”gertak Tora. Walaupun ia tau Kyan sejak ia masih sangat kecil, tapi ia tidak mudah mempercayakan adiknya begitu saja. “Kai, tidurlah lagi, kalau kau mau membuat Kyan-kun menunggu lebih lama!”
“Are??? Kyan, kau sudah disini???” teriak Akai dari dalam kamar. “Chotto matte yo!”
***
Langit begitu cerah hari ini, angin berhembus sepoi-sepoi. Benar-benar cuaca yang sempurna untuk bersenang-senang diluar ruangan. Uruha menaikkan kacamata hitamnya, sambil memandang hamparan air di depannya. Segala fasilitas yang ada di rumah mewahnya ini, sama sekali tidak membuatnya bahagia. Apa artinya rumah dan segala harta benda kalau tidak ada kasih sayang keluarga di rumah ini?
Kadang, Uruha merasa jauh lebih tenang dan nyaman berada di apato keluarga Amano yang mungil itu. Tempatnya memang sederhana, tapi rasa kekeluargaan antara Akai dan kedua kakaknya membuat Uruha merasa nyaman sekaligus iri.
“Huft, mungkin aku perlu penyegaran,” gumam Uruha sambil memainkan ujung rambutnya dengan jari, lalu bangkit menuju tempat yang ia tahu pasti dapat memberikan apa yang dia inginkan.
***
Tempat ini lagi… bukit ini masih belum berubah sejak terakhir kali ia mendatanginya. Pemuda itu menatap keatas pohon sakura, seketika ingatan akan masa kecilnya kembali berputar di dalam otaknya.
Lima orang bocah itu tampak gembira bermain diatas pohon yang mereka gunakan sebagai markas rahasia mereka.
“Lihat, lihat, aku bisa lebih tinggi dari ini,” ujar salah satu dari mereka yang rambutnya diikat dua dan memakai baju hijau, sambil memanjat lebih tinggi.
“Hey! Aku juga bisa lebih tinggi lagi!” kata Genji tidak mau kalah.
“Baka!” bocah berambut coklat pendek itu tersenyum manis sambil menggelengkan kepalanya, melihat tingkah teman-temannya. “Well, aku lebih suka disini, lebih aman. Iya kan?”
Kenji dan seorang bocah lain berambut hitam legam itu mengangguk bersamaan. Bagi Kenji, apapun yang berhubungan dengan persaingan dengan Genji, saudara kembarnya, adalah hal yang sangat ia hindari.
BRUUUAAAAAKKKK!!!!!!
Suara gaduh itu disambut suara tangis dari bocah dengan rambut diikat dua yang ternyata baru saja jatuh. Dengan gesit, Kenji berlari kearahnya.
“Daijoubu?” tanya nya sambil memeriksa kening anak itu yang berdarah. “Tenang… tenang…” gumamnya sambil memberikan ciuman lembut, untuk menenangkannya.
“Darvish-kun?”
Lamunan Kenji buyar oleh kedatangan Uruha. Uruha masih menatapnya dengan pandangan heran. Bukan sembarang orang yang tahu tempat ini. Dia kira, yang tahu tempat ini hanya dia, Akai dan Kyan, yang memang menggunakan tempat ini sebagai tempat ‘pelarian’ dari dulu.
“Kenji… panggil aku, Kenji.”
“Ah… Kenji, sedang apa kau disini?” tanya Uruha sambil menelengkan kepalanya, menatap dalam-dalam, mencoba menebak muka asli di balik face painting Kenji.
“Melarikan diri dari realita kurasa… kau sendiri?”
“Ah… sama,” jawab Uruha sambil mengangguk. “Tempat ini, adalah tempat favoritku dari kecil. Tenang, sepi, dan…”
“Bisa melihat view kota dari atas?”
Uruha mengangguk lagi. “Kebetulan sekali bukan? Aku kira tidak ada orang lain yang tahu tempat ini selain aku, Akai dan Kyan…”
“Aku kira juga begitu, sebelumnya…” gumam Kenji tertegun. Tunggu… mungkin kah… Uruha… Uruha adalah cinta pertamanya dulu? Satu-satunya persaingan yang mau ia lakukan dengan Genji? Memperebutkan senyum termanis dari Uruha.
“Ne? Nande?” tanya Uruha merasa diperhatikan.
Kenji menggeleng. “Nandemonai…” Well, kalaupun iya, dia sudah bukan Kenji yang dulu lagi. Mustahil ia akan mendapatkan Uruha sekalipun Genji tidak ada dengan penampilan yang seperti ini. Mustahil…
***
“Baka!” ujar Akai gemas sambil mengelap sisa es krim yang belepotan di muka Kyan. “Bahkan makanpun kau tidak bisa tenang.”
“Aku akan tenang kalau kau membersihkannya dengan bibirmu.”
“Kubunuh kau!” umpat Akai sambil berusaha menyembunyikan rona wajahnya yang memerah.
Kyan hanya menyeringai sambil membentuk tanda ‘peace’ dengan tangannya. Sekalipun dia wanita, pukulannya cukup menyakitkan di tubuh Kyan yang mungil dan kurus ini. Kyan bisa membayangkan, bagaimana tulang-tulangnya rontok satu persatu dipukul gadis pujaannya sejak kecil ini. Mengerikan.
***

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar